"Menpora Minta Ketua PSSI Mundur...?"

Buntut Kekalahan Timnas Garuda Netizen Sindir Erick Thohir, Menpora Harus Panggil Ketum PSSI

Erick Thohir Minta Ketua Umum PSSI Erick Thohir Mundur...?

Reporter:

Penulis: Eddy Lahengko

OPININEW.COM, JAKARTA -- "Menpora memanggil Ketua Umum PSSI, Menpora meminta Ketua Umum PSSI, mundur dari jabatannya sebagai orang nomor satu di tubuh organisasi sepakbola Indonesia".

Begitulah pengggalan-penggalan kalimat yang bermunculan di jagad media sosial, yang mengomentari kekalahan Timnas Garuda pada putaran 4 babak penyisihan Piala dunia 2026 ,zona Asia.

Mengawali pertandingan di grup B, Jay Idzes, dkk tak berdaya ditekuk tuan rumah Saudi Arabia 2-3, padahal tim tuan rumah bermain dengan sepuluh 10 menjelang akhir pertandingan.

Maka muncullah berbagai macam kekecewaan dan umpatan serta ledekan dan sindiran dari masyarakat penggemar fanatik Timnas Garuda yang begitu amat sangat kecewa atas penampilan tim yang ditukangi Patrick Kluivert. Sasaran yang paling menonjol tentu disasar kepada Ketua Umum PSSI, selain pelatih yang dinilai miskin taktik dan masalah menurunkan materi pemain di pertandingan itu.

Kalimat seperti Menpora memanggil Ketum PSSI dan Menpora minta Ketua Umum PSSI mundur dari nitizen adalah sebuah sindiran atau kekecewaan bahkan ledekan terhadap Erick Thohir yang biasa dipanggil Etho.

Seperti diketahui Erick Thohir, pada hari Rabu ,17 September 2025 di Istana Negara dilantik Presiden Prabowo sebagai Menpora menggantikan Dito Ariotedjo yang dicopot dari jabatannya pada tanggal 8 September 2025, sehari menjelang Peringatan Hari Olahraga Nasional atau Haornas.

Disatu sisi Erick Thohir juga masih menjabat sebagai Ketua Umum PSSI. Rangkap jabatan Menpora sekaligus Ketum PSSI memang tidak ada dalam aturan, baik di PSSI maupun statuta FIFA, organisasi tertinggi sepakbola internasional. Itu sah-sah saja, cuma persoalannya terletak pada masalah Etik saja kok dan konflik interes, atau kepentingan.

Tengok saja yang dilakukan Menpora Zainuddin Amali, ketika beliau mencalonkan dan terpilih jadi Wakil Ketua Umum PSSI, Putra Gorontalo itu mengundurkan diri dari jabatan Menpora.

Meskipun banyak kalangan menyayangkan atas keputusan Amali mengundurkan sebagai Menpora, karena beliau membawa Kemenpora sudah pada rel yang sebenarnya dan dia juga punya legasi yakni DBON, Desain Besar Olahraga Nasional yang sudah ada PERPRESNYA, tapi tidak dijalankan oleh penggantinya.

Sikap Zainuddin Amali ini mundur dari jabatan Menpora ketika itu, patut diacungi jempol dan sangat terpuji. Karena secara etika, amalia sadar itu tidak baik.

Amali juga tidak mau ada konflik kepentingan jika dia merangkap jabatan. Harusnya sikap yang dilakukan Amali ini dicontoh dan diikuti Erick Thohir yang secara bersamaan dengan Amali, terpilih jadi Ketum PSSI waktu itu dalam kongres PSSI di sebuah hotel internasional di Jakarta. Yang terpilih Erick Thohir sebagai Ketua Umum, Dua wakilnya, Zainuddin Amali dan Ratu Tisha.

Karena Erick Thohir rangkap jabatan, ya Menpora, ya Ketua Umum PSSI, maka wajar saja sindiran-sindiran dan rasa kecewa serta ledekan ataupun satire dialamatkan kepada Erick Thohir yang pada Pilpres 2024 lalu berambisi masuk bursa calon wapres.

Jadi ini sudah resiko yang harus diterima dari merangkap jabatan. Belum lagi luka lama kekecewaan penggemar sepakbola di tanah air, ketika ditengah jalan Erick Thohir memecat Pelatih asal Korea Shin Tae yong yang sudah membangun timnas selama lima tahun dengan prestasi yang bagus, nyaris membawa Garuda terbang berlaga di Olimpiade Paris beberapa tahun lalu, juga semi finalis Piala Asia, membuat tim Garuda disegani di Asia.

Tiba-tiba ditengah jalan saat melakoni penyisihan Piala Dunia 2026 ini dipecat dengan alasan yang tidak masuk akal dan terkesan dibuat buat alias rekaya.

Diantaranya, komunikasi dengan pemain kurang baguslah, karena harus lewat penterjemah, ribut dengan para pemainlah di kamar ganti, para pemain ancam mau mogok mainlah dan alasan lainnya katanya miskin strategi, cuma bisa parkir bus, bertahanlah.

Akibatnya, Shin Tae yong, bersama timnya tergusurlah dari menangani Timnas Garuda, digantikan pasukan Belanda, Patrick Kluivert dkk.

Setelahnya diputaran ke - 4 diawal pertandingan kalah dari tuan rumah, maka kekecewaan itu langsung dilampiaskan oleh masyarakat yang begitu besar ekpektasinya lolos piala dunia 2026, tentu yang terutama ke Ketua Umum PSSI, Erick Thohir yang merangkap jabatan Menpora juga. Kekecewaan lainnya pun dialamatkan kepada sang Pelatih Patrick Kluivert.

Ini adalah hal yang wajar dan harus diterima, toh masih ada kesempatan elawan Irak, pada 12 Oktober di penghujung pertandingan grup B babak kualifikasi. Masih ada peluang lolos ke Pildun, dengan catatan harus memenangkan pertandingan menghadapi tim tangguh lainnya, Irak. Itupun menunggu hasil partai terakhir Irak vs Arab Saudi.

Jika Rizky Ridho dkk bermain imbang lawan Irak, maka mimpi ke piala dunia 2026 terkubur. Sebenarnya materi pemain saat ini adalah pemain yang mumpuni, secara tehnik lumayan bagus, mental dan percaya diri sudah tidak diragukan lagi, karena mereka rata-rata bermain di kompetisi kasta eropah yang persaingannya begitu ketat dan disiplinnya tinggi.

Cuma persoalannya Sang Pelatih ngak bisa meramu dengan baik kemampuan tehnik masing pemain yang masuk skuad dengan strategi dan taktik yang jitu.

Tentunya pelatih juga sudah harus mengetahui kelemahan dan kelebihan lawan yang dihadapi. Baru kemudian menganalisa starategi atau taktik yang tepat diterapkan para pemain di lapangan.

Semoga memetik hasil maksimal melawan Irak. Untuk itu, jangan ulangi lagi bereksperimen menurunkan pemain yang kurang pas dengan strategi. Harus sudah ada rotasi, Risky Ridho, Justin Hubner, Sandy Walsh, Haye dan Verdonk sudah harus dipertimbangkan masuk starting eleven.

Penampilan Marteen Paes patut diacungi jempol. Demikian juga wasit asal Kuwait, Ahmad Al Ali dan perangkatnya yang tadinya diragukan, berat sebelah dalam memimpin pertandingan oleh berbagai kalangan di tanah air patut diapresiasi.

Wasit menjalankan tugasnya sebagai pengadil, dengan baik, tegas tanpa kompromi. Pemain Arab Saudi jadi korban ketegasannya, dengan memberikan kartu merah kepada salah seorang pemain tuan rumah.

( Eddy Lahengko - Jurnalis Senior, Mantan Petinggi HU. Sinar Harapan )

Editor: Saufat Endrawan